loader

Please Wait ...

Elva Nurrul Prastiwi
| Jumat, 09 Apr 2021

Putra: Bukan Karena Mayoritas, Indonesia Ada Dari Perbedaan

"Sejak zaman majapahit, sejak kemerdekaan sampai sekarang kita sudah terbiasa ber-Bhineka Tunggal Ika, kita sudah terbiasa berbeda-beda."
Putra: Bukan Karena Mayoritas, Indonesia Ada Dari Perbedaan Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan mengingatkan bahwa Bangsa dan Negara Indonesia dibangun bukan karena faktor mayoritas atau siapa yang lebih dominan, melainkan tonggak sejarah berdirinya Bangsa ini berdasarkan kebersamaan dari keberagaman yang ada.

Sehingga, lanjut Putra, Bangsa ini sudah terbiasa dengan perbedaan atau hal yang berbeda-beda, dimana saat Indonesia mencapai kemerdekaannya semakin disempurnakan dengan Pancasila sebagai ideologi Bangsa yang telah mencapai titik final.

"Sejak jaman majapahit, sejak kemerdekaan sampai sekarang kita-kita ini sudah terbiasa ber-Bhineka Tunggal Ika, kita sudah terbiasa berbeda-beda. Tadi di sebelah saya ada anggota dewan dari Papua, di depan saya ada anggota dewan dari Aceh, kita sudah terbiasa untuk berbeda-beda," kata Putra dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI, Jumat (9/4) di Jakarta Timur.

Putra mencontohkan bahkan Bung Karno di kongres AS mengatakan bahwa "saudara kami itu adalah mereka yang ada di Irian Barat. Tanpa mereka kita tidak akan merdeka dan itu sudah ada sejak jaman Majapahit".

Politisi PDI Perjuangan itu juga menekankan dalam bermasyarakat Bangsa ini sudah terbiasa untuk berbeda-beda. Ia pun mengingatkan bahwa bapak-bapak bangsa selalu mengatakan jika Indonesia ini dibangun bukan karena mayoritas yang memutuskan tapi kebersamaan.

"Bukan karena mayoritas yang memutuskan tapi kebersamaan, itu dimulai sejak kapan? Sejak sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Kenapa berbangsa satu bangsa Indonesia dan berbahasa satu bahasa Indonesia? Kenapa bukan bahasa jawa? Padahal itu adalah mayoritas. Kita memang sejak awal bukan karena saya lebih besar kamu lebih kecil, saya lebih banyak kamu lebih sedikit bukan itu," terang Putra.

Putra melanjutkan, bahkan ketika Bung Karno menyetujui sila pertama 'Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya' itu Bung Karno yang menyetujui. 

"Jangan salah, orang selalu mengatakan Bung Karno tidak islami nanti dulu. Kenapa bisa begitu? Karena Bung Karno menerima aspirasi dari bapak-bapak bangsa saudara-saudara kita dari Indonesia timur yang mengatakan, Bung kalau masih berbunyi seperti itu lebih baik kita tidak usah bersama, lebih baik bung merdeka sendiri," jelas Putra.

Tidak sampai satu jam Bung Hatta bertemu dengan pimpinan-pimpinan bapak-bapak bangsa NU, Muhammadiyah dari tokoh-tokoh Islam yang lain.

"Tidak sampai satu jam diputuskan lebih baik kita bersama. Jadilah Ketuhanan Yang Maha Esa itu, artinya apa? Bapak bangsa kita dari unsur islam tidak mengedepankan keangkuhannya, tidak mengedepankan kami besar kau ikut nggak. Bayangkan toleransinya yang begitu besar, saya suka merinding kalau membayangkan itu. Bagaimana rangkulan yang begitu dasyat kita bersatu saja, kita bersama saja tanpa kalian kita bukan Indonesia," ia menandaskan.

Sumber: Gesuri.id

QUOTE
quote
quote
quote
quote
quote