loader

Please Wait ...

Elva Nurrul Prastiwi
| Senin, 07 Jun 2021

Mall Rame, Kok Anak Tak Bisa ke Sekolah

"Kehidupan sudah mulai berjalan lagi, masak anak-anak nggak bisa menjalani pendidikannya."
Mall Rame, Kok Anak Tak Bisa ke Sekolah Harian Rakyat Merdeka, Senin 7 Juni 2021, Halaman 2.

Bagaimana pandangan Anda tentang rencana Pembelajaran Tatap Muka (PTM) pada Juli?
Kan sudah kita sepakati dan rencanakan dari Januari lalu. Sudah ada SKB-nya (surat keputusan bersamanya). Soal pendidikan tatap muka, saya di Komisi X DPR konsisten pada komitmen awal. Sesuai SKB 4 Menteri, kami akan serahkan kepada Pemerintah Daerah untuk membuka sekolah sesuai kondisi Covid-19 di daerah masing-masing. Karena, yang tahu kondisi Covid-19 di daerah itu bupati, wali kota, dan gubernurnya. Bukan DPR. Jadi, sesuaikan saja dengan kondisi masing-masing daerah.

Apa alasan untuk tetap meneruskan rencana ini?
Kami tidak mau anak-anak loss learning. Kami tidak mau generasi muda kita kehilangan pengalaman belajar. Itu yang paling penting.

Tapi, vaksinasi guru dan tenaga kependidikan baru sampai angka 1 juta. Padahal, targetnya 5 juta. Gimana dong...
Sudah lebih dari 1 juta guru. Ini sudah sesuai rencana. Rencana ini sudah kami bicarakan dari bulan Desember lalu. Learning loss, sistem hybrid dan sebagainya.

Meski sudah lebih dari 1 juta, sepertinya sulit mengejar target vaksinasi pada Juli. Bagaimana itu?
Kalau target itu tidak terkejar, bukan berarti semuanya tidak boleh buka. Yang sudah memenuhi syarat, seperti semuanya sudah divaksin, boleh buka dong. Masak harus ikut yang belum. Ini tidak harus dari Sabang sampai Marauke sama dulu, baru dibuka. Kalau sudah ada yang bisa, ya jalan saja.

Indonesia bukan Jakarta doang. Apalagi, di Jakarta sudah banyak yang divaksin. Serentak dalam masalah ini, bukan betul-betul serentak langsung dibuka semuanya. Serentak di sini, maksudnya bagi yang sudah memenuhi syarat saja, dibuka sama-sama.

Pemerintah melarang yang vaksinasinya belum selesai untuk buka sekolah ya?
Iya. Yang menjadi koreksi kita, jangan sampai sudah divaksin, tapi nggak buka sekolah. Kalau belum divaksin, kami juga nggak mau sampai dibuka. Yang repot ini kan sudah divaksin, tapi belum buka juga. Ini yang kami dorong. Kalau sudah siap, gurunya sudah divaksin, lalu angka Covid-19 juga rendah, serta daftar periksa itu sudah terpenuhi, ya buka saja. Kalau ada daerah yang belum siap, jangan nyuruh daerah yang siap untuk menunggu dong. Kasihan anak-anaknya. Tapi, kita pilah-pilih mana yang siap jalan. Yang belum siap, kita genjot.

Jangan lantas tidak boleh buka semua ya?
Iya, jangan disamaratakan semua. Nggak adil, nggak fair kalau begitu. Apalagi seperti di Jakarta sekarang, di mana-mana sudah macet, mall sudah ramai orang. Kehidupan sudah mulai berjalan lagi, masak anak-anak nggak bisa menjalani pendidikannya. Apalagi untuk anak-anak kelas 4, 5, 6 sampai SMA, bahkan mahasiswa. Yang realistis saja. Jangan omongan beda dengan kelakuan. Omongan kita melarang. Tapi, kelakuan kita ke mall, kerja juga. Kita harus satukan kata dan perbuatan.

Kalau pembukaan sekolah diserahkan ke Pemda, apakah tak khawatir progresnya lambat?
Diserahkan ke daerah, maksudnya hanya menentukan buka atau tidak. Karena masing-masing daerah tahu, yang sudah divaksin mana, yang belum mana. Lalu, positivity rate meningkat yang mana. Indonesia luas, cek dulu di daerah lain, naik nggak. Nanti kita larang karena di Jakarta naik, padahal di Tomohon (Sulawesi Utara) nggak. Kasihan juga. Jangan asal melarang,
terus yang lain jadi korban.

Mengenai kekhawatiran orangtua, itu bagaimana?
Dari kesepakatan jelas, orangtua punya hak prerogatif untuk memutuskan anaknya boleh sekolah tatap muka atau tidak. Dari uji coba di Jakarta Timur, anak-anak yang datang ke sekolah itu harus bawa surat dari orangtua. Kalau tidak ada surat dari orangtua, nggak bisa.

Sumber: Harian Rakyat Merdeka, Senin 7 Juni 2021, Halaman 2.

QUOTE
quote
quote
quote
quote
quote