loader

Please Wait ...

Elva Nurrul Prastiwi
| Senin, 15 Nov 2021

Putra Ingatkan Peran Negara di Urusan Pendidikan Kedokteran

"Diperlukan pengaturan yang jelas terkait penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang dibina oleh Kemendikbudristek."
Putra Ingatkan Peran Negara di Urusan Pendidikan Kedokteran Anggota DPR RI Komisi X Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan di acara Webinar dengan para pakar di bidang Kedokteran bertajuk Posisi Organisasi dan Asosiasi dalam Pendidikan Kedokteran, Jumat (12/11) di Jakarta. (Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI Komisi X Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan menegaskan bahwa peran kolegium dan organisasi profesi kedokteran harus benar-benar dibatasi.

Pasalnya jika keduanya diberikan kewenangan dalam mengatur pendidikan kedokteran maka akan berubah menjadi organisasi yang superbody. Apalagi jika kolegium dan organisasi profesi masih berada di bawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 

"Fraksi PDI Perjuangan memiliki sikap bahwa negara harus hadir dalam penyelenggaraan Pendidikan kedokteran, maka dari itu diperlukan pengaturan yang jelas terkait penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang dibina oleh Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pendidikan (Kemendikbudristek) berkoordinasi dengan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan (Kementerian Kesehatan)," kata Putra saat menjadi penanggap di acara Webinar dengan para pakar di bidang Kedokteran bertajuk Posisi Organisasi dan Asosiasi dalam Pendidikan Kedokteran, Jumat (12/11) di Jakarta. 

Putra kemudian menceritakan dirinya tidak bisa membayangkan jika kolegium dan organisasi profesi sampai ikut-ikutan mengurusi mengatur masalah pendidikan. "Kemendikbudristek dan Kemenkes saja bisa kami ajak rapat kerja, baik itu untuk persetujuan anggaran, penyusunan undang-undang hingga pengawasannya bisa kita lakukan. Tapi kalau kolegium dan organisasi profesi jika masih underbouw IDI bagaimana DPR bisa memanggil mereka?" katanya. 

Untuk itulah, Putra mempertanyakan apakah memang kita ingin memberikan kewenangan yang lebih besar kepada mereka namun tidak bisa kita  mintai pertanggungjawabannya. "Itulah yang kami perjuangkan saat di Baleg. Saat pembahasan dilakukan kami mencatat ada penyebutan sebanyak 93 kali penyebutan kolegium, 19 kali penyebutan organisasi profesi saat RUU Dikdok belum direvisi. Sedangkan kata pemerintah disebut 73 kali," kata Putra. 

Kemudian setelah direvisi dan disetujui menjadi RUU Dikdok inisiatif DPR, tambah Putra, jumlah kata kolegium berubah menjadi 70 kali penyebutan dan organisasi profesi sebanyak 16 kali penyebutan. Sedangkan kata pemerintah disebut 81 kali. "Bandingkan dengan uu dikdok yang eksisting, penyebutan kata kolegium itu nihil. Bahkan kata organisasi profesi hanya disebut 8 kali. Sedangkan kata pemerintah disebut 63 kali. Disinilah terlihat letak perbedaannya. Apakah kita memang mau memberikan peran lebih besar kepada mereka?," kata  Putra mempertanyakan. 

Putra juga menambahkan saat dalam pembahasan kolegium dan organisasi profesi sudah disebut sejak di pasal 1 yang memuat ketentuan umum, poin 19, 20 dan 21, lalu pasal 11 tentang penyelenggaraan pendidikan kedokteran, dan pasal 16 tentang kuota fakultas kedokteran dan fakultas kedokteran gigi. 

"Di pasal 11 RUU Dikdok yang mengatur penyelenggaraan pendidikan kedokteran bahkan menghilangkan peran pemerintah untuk urusan pembinaan pendidikan. Pasal tersebut bunyinya adalah penyelenggara pendidikan kedokteran adalah perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh Fakultass Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dan/atau Kolegium Kedokteran dan Kolegium Kedokteran Gigi. Ini sangat  berbeda dengan UU existing," ujarnya. 

Bahkan untuk urusan kuota nasional, kolegium dan organisasi profesi juga ikut terlibat. Hal itu terlihat dalam pasal 16 yang berbunyi kuota nasional dan kuota Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 diputuskan oleh Menteri bersama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, Organisasi Profesi, Kolegium Kedokteran, AIPKI dan AFDOKGI. 

Sayangnya hal tersebut masih juga tercantum dalam pasal 15 ayat 4 setelah RUU Dikdok direvisi. "Seharusnya kolegium kedokteran, AIPKI, AFDOKGI, Konsil Kedokteran hanya dapat mengusulkan sedangkan untuk urusan memutuskan harus menteri yang terkait. Jadi tidak bisa jika kolegium, organisasi profesi dan menteri memutuskan bersama-sama," tegasnya.  

Putra juga menceritakan jika rapat panja Dikdok sempat ditunda selama dua kali 2 jam untuk memberikan kepada tim penyusun RUU merumuskan ulang draf RUU tersebut. "Sekarang bolanya berada di tangan pemerintah. Tentu kita semua menunggu DIM yang sedang disusun oleh pemerintah. Bisa saja pemerintah senang karena perannya di dalam RUU dikecilkan, atau bisa juga pemerintah tidak happy karena perannya dalam mengatur pendidikan kedokteran dibabat habis. Jika itu terjadi maka bisa saja nanti ada usulan agar Pansus Dikdok dibentuk agar pembahasan lebih komprehensif," ujarnya.

QUOTE
quote
quote
quote
quote
quote